3 tantangan tersebut adalah pertama berkaitan dengan energi dan lingkungan, teknologi dan keamanan kendaraan, serta yang terakhir perdagangan bebas.
"Akan ada banyak negara yang memiliki kepedulian terhadap masalah lingkungan dan energi, beberapa negara tujuan ekspor otomotif indonesia seperti di Timteng sudah mulai menerapkan CAFE (Corporate Average Fuel Economy) dan karbon tax ini juga menimbulkan sedikit masalah," kata Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, di Jakarta.
Kemudian isu kedua adalah teknologi persyaratan keamanan yang berbeda dengan global. Seperti misalnya aturan pemakaian seat belt hanya 2 yakni di pengendara dan penumpang di sebelahnya.
"Mungkin jarang ditampilkan adalah soal isu keamanan persyaratan mobil di Indonesia hingga masih mengandalkan pada kewajban memakai safety belt di depan saja di kursi depan, driver dan penumpang tapi yang di belakang belum diwajibkan," jelas Kukuh.
"Tapi karena kebanyakan produsen-produsen mobil itu adalah produsen global dimana tidak ada lagi negara-negara yang tidak menerapkan penggunaan seatbelt di semua kursinya karena kebanyakan kita lihat semua sudah dilengkapi ini yang harus dikejar industri otomotif Indonesia ke depan," lanjut Kukuh.
Terakhir adalah isu perdagangan yang tak kalah penting. Pasar mobil masih berpotensi terus tumbuh karena kepemilikan mobil masih rendah yaitu 83 per 1.000 orang. Hal tersebut membuat banyak produsen tertarik untuk berinvestasi dengan biaya masuk yang murah.
"Indonesia dengan 250 juta penduduk dan berpotensi terus tumbuh sementara car density masih rendah ini menjadi pasar yang menarik sehingga makin banyak negara berminat untuk melakukan perjanjian perdagangan ini juga merupakan tantangan tersendiri untuk industri otomotif ke depannya karena makin banyak pilihan impor biaya masuk relatif murah bahkan relatif 0," tutur Kukuh.
(dry/ddn)
0 Comments