Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumratin mengaku prihatin akan tingginya perkawinan anak di Indonesia.
Ini disampaikan Zumratin saat acara konferensi pers Koalisi perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi bertahuk “Negara Lalai Melindungi Anak perempuan dari Praktek Perkawinan Anak” Minggu (23/7/2017) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Menurut data BPS di tahun 2015 saja, satu dari lima perempuan kawin di usia 20-24 tahun melakukan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun.
Sementara dalam lima tahun terakhir ini, tahun 2012, tercatat angka paling tinggi, ada 984.814 anak perempuan yang menjadi korban praktek perkawinan anak.
Zumratin mengatakan, perkawinan anak di Indonesia tidak lepas dari berbagai faktor penyebab, di antaranya interpretasi agama, kemiskinan, kultural, dan hamil di luar nikah.
Namun ia menyoroti dampak lain risiko kerawanan pada pernikahan anak yang tak bisa diabaikan seperti kematian ibu dan kanker rahim.
“Ini angkanya tinggi sekali. Karena mereka sudah melakukan hubungan seks yang terlalu dini. Di usia 15 tahun,” ujar Zumratin.
Selain itu, menurutnya hal tersebut diperparah dengan usia hamil yang terlalu dini, yaitu di usia 16-17 tahun namun masih tidak memiliki pekerjaan yang berkualitas. Jika ini dibiatkan, maka yang terjadi adalah bencana demografi.
“50 persen akan bercerai setelah satu tahun. Mengapa? karena orangtua si ibu sudah menambah beban cucu, ini menambah lingkaran kemiskinan,” pungkas Zumratin.
The post 50 Persen Perkawinan Anak Bercerai Setelah Satu Tahun Pada Pernikahan appeared first on HALO DUNIA.
0 Comments